MakassarSatu.com | Saya bangga pernah ikut belajar di UII, intinya adalah salut dan tabik pada pengajar di Universitas Islam Indonesia itu yang tegas bersikap menolak revisi UU yang hendak melemahkan KPK. Sikap tegas dan berani ini tidak cuma mencerminkan akhlak mulia para pengajar di perguruan tinggi Indonesia yang ada, terapi juga berani berdiri di depan untuk memberi contoh bukan hanya kepada rasa tanggung jawab para akademisi di kampus-kampus, tapi memberi sindiran keras bagi kalangan mahasiswa yang sepatutnya lebih agresif dan ekspresif menyampaikan sikap dan kritik maupun pendapat sebagai wujud dari implementasi tri dharma sebagai warga perguruan tinggi. (8 September 2019).
Kegaduhan yang terkait dengan KPK ini sungguh telah sangat melelahkan. Apalagi terkait dengan rencana revisi UU KPK yang dianggap banyak pihak sangat tendensius, bukan saja karena terkesan sangat dipaksakan dan terburu-buru, sehingga sangat meyakinkan sedang mengejar target, untuk tidak mengataka ingin memenuhi pesanan.
Lembaga KPK desak DPR RI dan
Menkumham hapus tentang Dewan Pengawas dari draff revisi perubahan UU KPK (www.nesiatimes.com). Sejumlah tokoh lintas agama pun sepakat menolak revisi UU KPK (rmollampung.com, 10 September 2019).
Upaya melumpuhkan KPK itu sama saja dengan pengkhianatan, kata Ketua KPK, Agus Ragardjo. (newstipikor.com, 10 September 2019). Lalu ada juga perseteruan di luar arena antara Desmon J Mahesa (DPR RI) dengan Saut Situmorang (KPK), salig buka-bukaan soal lobby Capim KPK (www.avadikini.com).
Bahkan tidak kalah seru dan lantang isi surat dari 162 guru besar kepada DPR RI untuk menarik revisi daru Prolegnas. (antikorupsi.org). Belum lagi ILC (Indonesia Lawyer Club) yang dibesut Karni Ilyas pada Rabu malam, 11 September 2019). Maka semakin serulah perseteruan dan kegaduhan tajuk bincang soal KPK yang disorot dari berbagai perspektif pandang hingga historis lahirannya
KPK oleh reformasi yang digulirkan pada tahun 1998. Jadi sudah memasuki usianya yang dewasa sekarang, 20 tahun.
Mampukah KPK bertahan dari serangan Senayan (haluanlampung.com, 9 September 2019). Taidak juga ketinggalan sikap Menteri Hukum dan HAM ambil bagian. Dia pun mengatakan: Pemerintah sedang memelajari draff revisi UU KPK. (jurnalinskir.com)
Suara yang tidak kalah lantang menyusul pula suara lantang dari Dosen Universitas Lampung yang menyerukan sikap menolak revisi UU KPK (rmollampung.com, 10 September 2019). Protes dari para akademis ini pula yang ikut menyulut sinisme terhadap sikap dan pandangan para guru besar dari berbagai perguruan tinggi yang dikatakan tidak cukup ilmiah karena diyakini belum membaca draff dari revisi naskah yang mau disahkan itu.
Sementara sikap yang lebih bijak, menawarkan proses revisi UU KPK itu perlu dilakukan secara seksama, tidak perlu terburu-buru dilakukan agar bisa menghasilkan produk hukum yang terbaik, serta tidak perlu mengundang sakwasangka banyak orang, bahwa apa yang hendak dihasilkan itu sungguh bukan paket yang dipesan, tapi sungguh untuk memperkuat posisi dan fungsi serta wewenang KPK untuk memberantas budaya korupsi yang sudah beranak pinak di negeri kita. Maka itu ada baiknya pula jika proses pembahasa revisi UU KPK ini dipersiapkan dengan baik untuk kemudian dapat diserahkan secara ikhlas pembshasannya oleh DOR RI baru yang terpilih untuk periode 2019- 2014. Jangan dipaksakan dibahas oleh DOR RI yang lama, yang akan segera berakhir pada beberapa hari lagi. (**)